Kamis, 18 Maret 2010

Madzhab Syafi'i Bukan Sufi

Redaksi Majalah Asy Syari’ah


Konon, sebagian besar muslim Indonesia bermadzhab Syafi’i. Penggunaan istilah madzhab ini “hendak” menyiratkan bahwa sebagian besar umat Islam Indonesia berakidah dan berfikih sebagaimana yang dipahami serta dipraktikkan Al Imam Asy Syafi’i Rahimahullah.


Al Imam Asy Syafi’i Rahimahullah sendiri adalah salah satu ulama besar yang dikenal gigih membela As Sunnah serta menentang segala bentuk penyelisihan terhadap As Sunnah.


Namun, apa yang beliau kukuhi tersebut ternyata malah sulit ditemukan dikalangan orang-orang yang mengaku-aku bermadzhab Syafi’i saat ini. Jangankan soal akidah, dalam hal fikih pun banyak yang tidak konsekuen dengan klaim mereka terhadap madzhab Syafi’i.


Selama ini, orang-orang yang paling bersemangat mengaku bermadzhab Syafi’i justru merupakan orang-orang yang getol mengampanyekan bid’ah dan memberantas As Sunnah, sebuah pratik yang tidak ditemukan pada diri Al Iman Asy Syafi’I Rahimahullah. Makanya, dilihat dari akidah dan amaliahnya, mereka tidaklah bermadzhab Syafi’i. Sejatinya mereka adalah sufi.


Mereka kuat dipengaruhi paham Asy’ariyah, yang menyimpang dalam memahami nama dan sifat Allah Subhanahu wata'ala. Tidak sedikit dari mereka yang lekat dengan ibadah-ibadah di kuburan dan beragam bentuk kesyirikan lainnya. Menjadikan mimpi-mimpi para syaikhnya layaknya dalil syariat. Memakai adanya tahapan syariat-ma’rifat-hakikat dalam Islam, dan sebagainya dari keyakinan- keyakinan batil yang mereka kukuhi.


Dalam hal amaliah, setali tiga uang. Mereka lebih suka mengamalkan bacaan zikir- zikir bid’ah kemudian meninggalkan zikir-zikir yang diajarkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. Mereka suka bershalawat dengan shalawat yang mengandung kesyirikan ketimbang yang disyariatkan. Bahkan mereka pun gandrung dengan ritual-ritual berbau Hindu ketimbang yang dari Islam.


Kala mereka “diusik”, dinasihati bahwa akidah dan praktik ibadah tersebut tidak ada tuntutunannya dari Rasulullah Shallalahu'alaihi wasallam atau karena mengandung kesyirikan, fanatisme butalah yang muncul. Tak segan-segan, para penganut sufi tersebut akan menampilkan hadits-hadits lemah dan palsu untuk melegitimasi amalan mereka. Tentu saja, cara beragama demikian, yang mengedepankan hawa nafsu ketimbang sikap dalil syariat, yang menonjolkan taklid ketimbang sikap ilmiah, tidak pernah di contohkan ulama besar sekaliber Al Imam Asy Syafi’i Rahimahullah.


Namun demikian kajian dalam majalah ini akan lebih menyoroti perkara akidah. Karena dalam hal amaliah (praktik ibadah), mereka sangatlah mudah dipatahkan dengan dalil. Biasanya jika sudah kehabisan dalil (argumen), para penganut sufi akan memunculkan istilah Wahabi. Saking membabi buta – buah dari kebodohan mereka dalam memahami Islam, semua pihak yang “ajaran”nya dianggap mengusik atau bertentangan dengan mereka akan dicap Wahabi. Lebih-lebih terhadap dakwah yang mengajak kepada kemurnian Islam, yang menggemakan tauhid dan As Sunnah, sebagaimana diusung Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimullah.


Maklum saja, orang-orang sufi, dari zaman dahulu hingga sekarang, demikian lekat dengan praktik-praktik kesyirikan dan kebid’ahan, Makanya jika ada yang menyerukan anti kesyirikan, memerangi bid’ah, dan memberantas kemaksiatan, bersiaplah mendapat cemoohan dari mereka.


Oleh karena itu, jika kita mau menelaah lebih dalam madzhab Syafi’i, tentu akan menemukan perbedaan yang teramat jauh dengan ajaran sufi. Tak Cuma jauh panggang dari api, namun bisa diibaratkan minyak dengan air, karena sufi sangatlah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam yang didakwakan Al Imam Asy Syafi’i Rahimahullah.

0 komentar: