Kamis, 18 Maret 2010

Peringatan yang Diberikan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam Kepada Umatnya Agar Waspada Kepada ahli ahwa'

Syaikh Rabi' bin Hadi al Madkhali

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memperingatkan umatnya agar waspada terhadap ahli ahwa’ tanpa menyebutkan kebaikan mereka karena kebaikan mereka ternodai sedangkan bahaya mereka lebih parah daripada maslahat dari kebaikan yang ternodai tersebut.

Dari Aisyah -Ummul Mukminin- Radhiallahu ‘Anha ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca ayat ini:

"Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat semuanya itu dari sisi Rabb kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang- orang yang berakal. (QS. Ali Imran: 7)

Aisyah Radliyallahu ‘Anha berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika kamu melihat orang-orang yang menginginkan hal-hal yang mutasyabihat (tidak jelas) maka merekalah orang yang disebutkan oleh Allah (dalam Al Quran tersebut) maka waspadalah terhadap mereka.” [1]

Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘Anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau pernah bersabda:

“Akan ada pada generasi akhir dari umatku manusia yang bercerita kepada kamu apa yang tidak pernah kamu dengar tidak pula didengar oleh bapak-bapak kamu maka waspadalah terhadap mereka.” [2]

Demikian juga ahli bid’ah, tidak diragukan lagi bahwa mereka memiliki banyak kebaikan namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak melihat kebaikan mereka tersebut dan beliau juga tidak menyebutkannya. Beliau tidak mengatakan: “Ambillah kebaikan (manfaat) yang ada pada mereka, pujilah dengan menyebutkan kebaikan tersebut.”

Ironisnya yang terjadi justru sebaliknya banyak kita temui orang yang menisbatkan diri mereka kepada manhaj Salaf namun mereka masih bertoleransi dengan ahli bid’ah dengan manhaj dan kitab-kitab mereka serta benar-benar membelanya. Yang lebih ironis lagi mereka mentahdzir Ahli Haq dan Sunnah! Innaa lillaahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun.

Al Baghawi menjelaskan kedua hadits di atas: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberitahukan bahwa umatnya akan terpecah belah lalu nampak di antara mereka berbagai macam hawa nafsu dan bid’ah. Kemudian beliau menyatakan bahwa siapa saja yang mengikuti sunnahnya dan sunnah para shahabatnya ia akan selamat. Jika seorang Muslim melihat seseorang mempelajari akidah dari ahli bid’ah atau orang tersebut meremehkan sunnah maka seorang Muslim harus mengucilkannya, menjauhkan diri darinya serta meninggalkannya baik hidup dan mati, tidak mengucapkan salam jika bertemu dengannya, tidak menjawabnya jika orang itu mendahului mengucapkan salam sampai ia meninggalkan bid’ah yang ia lakukan dan kembali kepada yang haq.

Sedangkan larangan tidak berbicara (mendiamkan) dengan seorang Muslim selama lebih dari tiga hari itu merupakan larangan yang terjadi pada kedua orang yang disebabkan oleh kurang memenuhi hak pergaulan atau kekeluargaan dan tidak ada kaitannya dengan perkara (hak-hak) agama. Karena mendiamkan ahli bid’ah itu harus terus berlanjut sampai ia bertaubat.” [3]

Kemudian beliau menerangkan hadits Ka’ab bin Malik mengenai tiga orang yang tidak ikut dalam perang Tabuk, ia (Ka’ab) berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kaum Muslimin berbicara dengan tiga orang di antara kami maka manusia menjauhi kami dan sikap mereka berubah terhadap kami sehingga aku merasa terasing di muka bumi ini tidaklah seperti yang aku kenal.”

Ia menyebutkan pengucilan manusia terhadap tiga orang tersebut semuanya sampai berlangsung selama lima puluh malam.

Al Baghawi berkata: “Dalam hadits tersebut terdapat dalil disyariatkannya mengucilkan ahli bid’ah seolah-olah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam khawatir terhadap Ka’ab dan kawan-kawannya yang mempunyai sifat nifaq (kemunafikan) ketika mereka tidak ikut serta dalam perang bersama beliau. Maka beliau memerintahkan untuk mengucilkan mereka sampai Allah menerima taubat mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengetahui bahwa tiga orang tersebut tidak memiliki sifat nifaq yang beliau khawatirkan. Kemudian generasi shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta para ulama sunnah mengikuti contoh tersebut dengan kesepakatan untuk memerangi ahli bid’ah dan mengucilkannya.” [4]

[Dinukil dari kitab Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah fi Naqdir Rijal wa Al Kutub wa Ath Thawaif, Edisi Indonesia Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah Dalam Mengkritik Tokoh, Kitab, dan Aliran, Penulis Syaikh Rabi' bin Hadi Umair al Madkhali]
____________
Footnote:


[1] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih -nya (Tafsir Surah Ali Imran hadits 4547), Muslim dalam Shahih -nya ( Kitabul Ilmi hadits 2665 bab Larangan Mengikuti Ayat-Ayat yang Mutasyabihat Dalam Al Quran).
[2] Mukaddimah (Shahih Muslim) 1/12.
[3] Syarhus Sunnah 1/227
[4] Syarhus Sunnah karya Imam Al Baghawi Rahimahullah 1/227.

0 komentar: